KELEMBAGAAN DAN
KEMITRAAN
Untuk
memenuhi tugas praktikum mata kuliah Manajemen Agribisnis
Disusun Oleh:
Khoirunisak (115040101111...)
Bagus
Andrianto (115040101111...)
Hermin
Yuliati (115040101111...)
Egro Amore (115040102111...)
Linda
Purwanti (115040107111...)
Kelas : D
PROGRAM
STUDI
AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2011
KELEMBAGAAN
A. Pengertian Kelembagaan
Kelembagaan adalah sosial form ibarat
organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan”
(Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap
(established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan
adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan
sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan
tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan
modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk
mengefisienkan kehidupan sosial.
Setelah
mengetahui pengertian tentang apa itu kelembagaan, sebenarnya ada tiga hal
penting terkait kelembagaan yang perlu di garis bawahi, yakni sistem sosial masyarakat, efisien dan
memiliki tujuan. Berbicara kelembagaan khususnya di bidang pertanian, sangat lekat dengan
sistem agrisbisnis. Suatu sistem yang apabila berjalan dengan baik, maka akan
menciptakan kondisi yang baik. Kelembagaan termasuk di dalam sistem agrbisnis
yang diharapkan dapat bekerja dengan baik didalam sistem social masyakat,
efisien dan memiliki tujuan yang mendorong kemajuan masyarakat. Namun, proses
yang melibatkan kelembagaan, baik dalam bentuk lembaga organisasi maupun
kelembagaan norma dan tata pengaturan, pada umumnya masih terpusat pada proses
pengumpulan dan pemasaran dalam skala tertentu. Kelembagaan pertanian dan
petani belum terlihat perannya dalam mengatasi permasalahan tersebut. Padahal
fungsi kelembagaan agribisnis sangat beragam, antara lain adalah sebagai
penggerak, penghimpun, penyalur sarana produksi, pembangkit minat dan sikap,
dan lain-lain.
B. Contoh Kelembagaan
Jika
mengambil salah satu contoh dari kelembagaan pertanian, yakni Koperasi.
Sebenarnya menurut Lukman M. Baga (2006), pengembangan kelembagaan pertanian
baik itu kelompok tani atau koperasi bagi petani sangat penting terutama dalam
peningkatan produksi dan kesejahteraan petani, dimana: (1) Melalui koperasi
petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka baik dalam memasarkan hasil
produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut
tawar (bargaining power) ini bahkan dapat berkembang menjadi kekuatan
penyeimbang (countervailing power) dari berbagai ketidakadilan pasar yang
dihadapi para petani. (2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya
keadilan, koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya.
Pada sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya terahadap
berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar. (3)
Dengan bergabung dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah melakukan
penyesuaian produksinya melalui pengolahan paska panen sehubungan dengan
perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi
pemasaran yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada
masyarakat umum maupun perekonomian nasional. (4) Dengan penyatuan sumberdaya
para petani dalam sebuah koperasi, para petani lebih mudah dalam menangani
risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim,
heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi. Dan (5) Dalam
wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif
terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM mereka.
Namun, ternyata konsep dan semangat Koperasi belum bisa berjalan dengan
baik di pedesaan dewasa ini. Banyak kendala dan hambata dalam pengembangan
koperasi di pedesaan, diantaranya adalah : (a) rendahnya minat masyarakat untuk
bergabung dalam kelompok tani/koperasi, hal ini disebabkan karena
kegagalan-kegagalan dan stigma negatif tentang kelembagaan tani/koperasi yang terbentuk
di dalam masyarakat. Kegagalan yang dimaksud diantaranya adalah ketidakmampuan
kelembagaan tani/koperasi dalam memberikan kebutuhan anggotanya dan
ketidakmampuan dalam memasarkan hasil produk pertanian anggotanya. (b) adanya
ketergantungan petani kepada tengkulak akibat ikatan yang ditimbulkan karena
petani melakukan transaksi dengan para tengkulak (pinjaman modal, dan
memasarkan hasil). Dan (c) rendahnya SDM petani di pedesaan menimbulkan
pemahaman dan arti penting koperasi terabaikan. Feryanto W.K (2010)
Maka, kesimpulan yang dapat saya tarik mengapa sampai saat ini sistem
agribisnis belum berjalan dengan baik adalah sistem agribisnis sebenarnya sudah
memberikan dampak yang positif bagi kemajuan pertanian dan perekonomian
Indonesia namun belum berjalan dengan baik atau kurang maksismal.
Hal ini dikarenakan kelembagaan (misalkan kelompok tani atau Koperasi) yang
terdapat didalam sistem agribisnis belum berjalan dengan baik pula dengan masih
terdapatnya hambatan dan kendala yang perlu diselesaikan dan dicarikan
pemecahannya. Karena didalam suatu sistem apabila ada yang tidak berjalan maka
akan berdampak sistemik.
C. Peran Koperasi Sebagai Kelembagaan Agribisnis dalam Peningkatan Posisi Tawar Petani
Koperasi atau Kelompok tani merupakan salah satu struktur
kelembagaan yang cukup penting di masa sekarang dan yang akan datang, dalam
upaya pemberdayaan petani dan pemasaran komoditas yang dihasilkan di
wilayahnya, sekaligus menjadi kelembagaan pertanian yang dapat memberikan
jaminan kepastian harga produk pertanian, sehingga harga yang diterima dapat
menguntungkan petani. Bergabungnya petani dalam kelembagaan koperasi akan
menguatkan institusi tersebut sebagai lembaga perekonomian pedesaan, dimana
anggotanya akan memiliki posisi tawar yang kuat untuk dapat memasarkan hasil
pertaniannya, sehingga kesejahteraan petani mengalami peningkatan hal ini
diakibatkan naiknya pendapatan petani yang tergabung dalam kelompok tani atau
koperasi.
Maka dapat
disimpulkan, bahwa salah satu bentuk kelembagaan yang ideal di pedesaan adalah
koperasi atau kelompok tani, dimana tujuan awal pembentukan dari
koperasi/kelompok tani ini adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dan
meningkatkan kesejahteraan petani. Pemberdayaan petani dalam kelembagaan
koperasi, merupakan suatu bentuk alternatif dari model pembangunan masyarakat
pedesaan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar
bermatapencarian sebagai petani/buruh tani. Koperasi dalam hal ini memberikan
jaminan keuntungan bagi anggota baik dari segi sosial dan ekonomi, selain itu
yang utama adalah peningkatan posisi tawar petani dapat ditingkatkan sehingga
mereka mempunyai kekuatan untuk ‘menentukan’ harga produk pertaniannya.
Disamping itu,
koperasi dalam jangka panjang akan memberikan pengetahuan dan pendidikan yang
akan membangun petani-petani yang berorientasi pasar, serta dengan koperasi
juga akan membangun petani dan masyarakat pedesaan yang memiliki kualitas
sumberdaya manusia unggulan yang mencakup pada peningkatan ke-ahli-an dan
keterampilan (bisnis dan organisasi), pengetahuan, dan pengembangan jiwa
kewirausahaan petani itu sendiri. Sehingga dengan demikian, pemberdayaan
ekonomi lokal yang berbasis pada pembangunan pertanian di Indonesia.
D. Lembaga-lembaga
pendukung pengembangan agribisnis beserta peranannnya
(1) Pemerintah
Lembaga
pemerintah mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, memiliki wewenang,
regulasi dalam menciptakan lingkungan agribisnis yang kompetitif dan adil.
(2) Lembaga pembiayaan
Lembaga
pembiayaan memegang peranan yang sangat penting dalam menyediakan modal
investasi dan modal kerja, mulai dari sector hilir samai hulu. Penataan lembaga
ini segera dilakukan, terutama dalam membuka akses yang seluas-luasnya bagi
pelaku agribisnis kecil dan menengah yang tidak memiliki aset yang cukup untuk
digunakan, guna memperoleh usaha.
(3) Lembaga pemasaran dan
distribusi
Peranan
lembaga ini sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan agribisnis, karena
fungsinya sebagai fasilitator yang menghubungkan antara defisit unit (konsumen pengguna
yang membutuhkan produk) dan surplus unit (produsen yang menghasilkan produk).
(4) Koperasi
Peranan
lembaga ini dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyalur input-input dan hasil
pertanian. Namun, di Indonesia
perkembangan KUD terhambat, karena KUD dibentuk hanya untuk memenuhi keinginan
pemerintah, modal terbatas, pengurus dan pegawai KUD kurang professional.
(5) Lembaga pendidikan formal dan
informal
Tertinggalnya
Indonesia dibandingkan dengan Negara lain, misalnya Malaysia. Lembaga ini sangat
berperan besar dalam pengembangan agribisnis. Dampaknya Malaysia sebagai raja
komoditas sawit. Dengan demikian diharapka lembaga pendidikan tinggi akan mampu
menata diri dan memiliki ruang grak yang luas tanpa terbelunggu oleh aturan
main yang berbeli-belit.
(6) Lembaga penyuluh
Keberhasilan
Indonesia berswasembada beras selama kurun waktu 10 tahun (1983-1992) merupakan hasil dari kerja keras lembaga ini
yang konsisten memperkenalkan berbagai program, seperti Bimas, Inmas, Insus,
Dan Supra Insus. Peranan lembaga ini akhir-akhir ini menurun sehingga perlu
penataan dan upaya pemberdayaan kembali dengan deskripsi yang terbaik
peranannya bukan lagi sebagai penyuluh penuh, melainkan lebih kepada
fasilitator dan konsultan pertanian rakyat.
(7) Lembaga Riset Agribisnis
Lembaga
ini jauh ketnggal jika dibandingkan dengan negara lain yang dahulunya berkiblat
ke Indonesia. Semua lembaga riset yang terkait dengan agribisnis harus
diperdayakan dan menjadikan ujung tombak untuk menghasilkan komoditas yang
unggul dan daya saing tinggi. Misalnya Meksiko dapat memproduks buah avokad
yang warna daging buahnya kuning kehijau-hijauan, kulit buah bersih dan halus,
dan bentuk buah yang besar dengan biji yang kecil.
(8) Lembaga penjamin dan penanggung resiko
Resiko
dalam agribisnis tergolong besar, namun hamper semuanya dapat diatasi dengan
teknologi dan manajemen yag handal. Instrumen heading dalam bursa komoditas
juga perlu dikembangkan guna memberikan sarana penjamin berbagai resiko dalam
agribisnis dan industry pengolahannya.
E.
Fungsi kelembagaan dalam pertanian
• sebagai penggerak
• penghimpun
• penyalur sarana produksi
• pembangkit minat dan sikap
• dan lain-lain.
KEMITRAAN
A. Pengertian Kemitraan
Untuk
menambah dan memperkaya pemahaman kita mengenai kemitraan, maka akan dipaparkan
beberapa pengertian kemitraan menurut para sarjana diantaranya adalah :
a.Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Arti kata mitra
adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya : perihal
hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.
b.
Dr. Muhammad Jafar Hafsah :
Kemitraan adalah
suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka
waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka
keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang
bermitra dalam menjalankan etika bisnis.
c.
Ian Linton :
Kemitraan adalah
sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama
lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.
B. Unsur-Unsur Kemitraan
Pada
dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan
pelbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama
lainnya.
Julius Bobo14 menyatakan, bahwa tujuan
utama kemitraan adalah untuk mengembangkan pembangunan yang mandiri dan
berkelanjutan (Self-Propelling Growth Scheme) dengan landasan dan
struktur perekonomian yang kukuh dan berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai
tulang punggung utamanya. Berkaitan dengan kemitraan seperti yang telah disebut
di atas, maka kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok yang merupakan
kerjasama usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan
saling memerlukan yaitu :
·
Kerjasama Usaha
Dalam
konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan
antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran
kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang
bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha
besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara
dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan,
tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya
rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya.
·
Antara
Pengusaha Besar atau Menengah Dengan Pengusaha Kecil
Dengan
hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau
menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan
pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan
lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.
·
Pembinaan dan Pengembangan
Pada
dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh
pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari
pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan
pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain
pembinaan didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha,
pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi,
pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan
aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.
·
Prinsip
Saling Memerlukan, Saling Memperkuat dan Saling Menguntungkan
Prinsip
Saling Memerlukan
Menurut
John L. Mariotti15 kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai
dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan
usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang
bedampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam
kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target
tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang
kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relative lemah
dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi
dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian
sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak
yang bermitra.
Prinsip
Saling Memperkuat
Dalam
kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka
pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang
bermitra. Nilai tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti
peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga ada nilai
tambah yang non ekonomi seperti peningkatan kemapuan manajemen, penguasaan
teknologi dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan konsekwensi logis dan
alamiah dari adanya kemitraan. Keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh
mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk memperkuat
keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi suatu
sinergi antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima
akan lebih besar. Dengan demikiaan terjadi saling isi mengisi atau saling
memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra. Dengan motivasi
ekonomi tersebut maka prinsip kemitraan dapat didasarkan pada saling
memperkuat. Kemitraan juga mengandung makna sebagai tanggung jawab moral, hal
ini disebabkan karena bagaimana pengusaha besar atau menengah mampu untuk
membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu (berdaya)
mengembangkan usahanya sehingga menjadi mitra yang handal dan tangguh didalam
meraih keuntungan untuk kesejahteraan bersama. Hal ini harus disadari juga oleh
masingmasing pihak yang bermitra yaitu harus memahami bahwa mereka memiliki
perbedaan, menyadari keterbatasan masing-masing, baik yang berkaitan dengan
manajemen, penguasaan Ilmu Pengetahuan maupun penguasaan sumber daya, baik
Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia (SDM), dengan demikian mereka harus
mampu untuk saling isi mengisi serta melengkapi kekurangankekurangan yang ada.
Prinsip
Saling Menguntungkan
Salah
satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah “win-win solution
partnership” kesadaran dan saling menguntungkan. Pada kemitraan ini tidak
berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi
yang essensi dan lebih utama adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan
peran masing-masing. Pada kemitraan usaha terutama sekali tehadap hubungan
timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dan majikan, atau terhadap
atasan kepada bawahan sebagai adanya pembagian resiko dan keuntungan
proporsional, disinilah letak kekhasan dan karakter dari kemitraan usaha
tersebut. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang
setara bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang
tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya
diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau
pendapatan melalui pengembangan usahanya.
C. Tujuan
Kemitraan
Kenyataan menunjukkan bahwa Usaha
Kecil masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara optimal
dalam perekonomian nasional. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa Usaha
Kecil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat
eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan
pengolahan,
pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi, serta iklim usaha
yang belum mendukung bagi perkembangannya. Sehubungan dengan itu,Usaha Kecil perlu memberdayakan dirinya dan
diberdayakan dengan berpijak pada kerangka hokum nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang
bedasar pada asaskekeluargaan.
Pemberdayaan Usaha Kecil dilakukan melalui :
a.
Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan Usaha Kecil;
b.
Pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil serta kemitraan usaha
Sehubungan dengan hal tersebut di atas,
maka untuk menghasilkan tingkat efisiensi17 dan produktivitas18 yang
optimal diperlukan sinergi antara pihak yang memiliki modal kuat, teknologi
maju, manajemen modern dengan pihak yang memiliki bahan baku, tenaga kerja dan
lahan. Sinergi ini dikenal dengan kemitraan. Kemitraan yang dihasilkan
merupakan suatu proses yang dibutuhkan bersama oleh pihak yang bermitra dengan
tujuan memperoleh nilai tambah. Hanya dengan kemitraan yang saling
menguntungkan, saling membutuhkan dan saling memperkuat, dunia usaha baik kecil
maupun menengah akan mampu bersaing. Adapun secara lebih rinci tujuan kemitraan
meliputi beberapa aspek, antara lain yaitu :
Tujuan dari Aspek Ekonomi
Dalam
kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan
secara lebih kongkrit yaitu :
a. Meningkatkan pendapataan usaha kecil
dan masyarakat;
b. Meningkatkan
perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;
c.
Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;
d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
pedesaan, wilayah dan nasional;
e. Memperluas kesempatan kerja;
f. Meningkatkan ketahanan ekonomi
nasional
Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Kemitraan
usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha kecil. Pengusaha
besar berperan sebagaai faktor percepatan pemberdayaan usaha kecil sesuai
kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra usahanya menuju kemandirian
usaha, atau dengan perkataan lain kemitraan usaha yang dilakukan oleh pengusaha
besar yang telah mapan dengan pengusaha kecil sekaligus sebagai tanggung jawab
sosial pengusaha besar untuk ikut memberdayakan usaha kecil agar tumbuh menjadi
pengusaha yang tangguh dan mandiri. Adapun sebagai wujud tanggung jawab sosial
itu dapat berupa pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil,
dengan pembinaan dan bimbingan yang terus menerus diharapkan pengusaha kecil
dapt tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yng tangguh dan mndiri.
Dipihak lain dengan tumbuh berkembangnya kemitraan usaha ini diharapkan akan
disertai dengan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang
sehingga sekaligus dapat merupkan upaya pemerataan pendapatan sehingga dapat
mencegah kesenjangan sosial. Kesenjangan
itu diakibatkan oleh pemilikan sumberdaya produksi dan produktivitas
yang tidak sama di antara pelaku ekonomi. Oleh karena itu, kelompok masyarakat
dengan kepemilikan faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah biasanya
akan menghasilkan tingkat kesejahteraan yang rendah pula.
Tujuan dari Aspek Teknologi
Secara
faktual, usaha kecil21 biasanya mempunyai skala usaha yang kecil dari sisi
modal, penggunaan tenaga kerja, maupun orientasi pasarnya. Demikian pula dengan
status usahanya yang bersifat pribadi atau kekeluargaan; tenaga kerja berasal
dari lingkungan setempat; kemampuan mengadopsi teknologi, manajemen, dan
adiministratif sangat sederhana; dan struktur permodalannya sangat bergantung
pada modal tetap. Sehubungan dengan keterbatasan khususnya teknologi pada usaha
kecil, maka pengusaha besar dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan
terhadap pengusaha kecil meliputi jugamemberikan bimbingan teknologi.
Teknologi22 dilihat dari arti kata bahasanya adalah ilmu yang berkenaan dengan
teknik. Oleh karena itu bimbingan teknologi yang dimaksud adalah berkenaan
dengan teknik berproduksi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Tujuan dari Aspek Manajemen
Manajemen
merupakan proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk
mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak
bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri. Sehingga ada 2 (dua) hal
yang menjadi pusat perhatian yaitu :
Pertama, peningkatan produktivitas
individu yang melaksnakan kerja, dan Kedua, peningkatan produktivitas
organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan. Pengusaha kecil yang umumnya
tingkat manajemen usaha rendah, dengan kemitraan usaha diharapkan ada
pembenahan manajemen, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pemantapan
organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Noer, A. 2004. Aspek Negoisasi dan Transaksi Agribisnis, Makalah. Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,Departemen Pertanian, Jakarta.
Ricketts, C., dan Rawlins O., 2001. Introduction to
Agribusiness, Delmar Thomson Learning, Africa.
Stoner,F.A.James, dan Freeman, R.E., 1992. Management,
Fifth Edition,Prentice-Hall International Editions, London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar