Rabu, 06 Maret 2013

Kelembagaan dan Kemitraan



KELEMBAGAAN DAN KEMITRAAN
Untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah Manajemen Agribisnis

Disusun Oleh:
Khoirunisak                (115040101111...)
Bagus Andrianto         (115040101111...)
Hermin Yuliati            (115040101111...)
Egro Amore                (115040102111...)
Linda Purwanti            (115040107111...)

Kelas : D

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011

KELEMBAGAAN
A. Pengertian Kelembagaan
          Kelembagaan adalah sosial form ibarat organ-organ dalam tubuh manusia yang hidup dalam masyarakat. Kata “kelembagaan” (Koentjaraningrat, 1997) menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap (established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang. Ia merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola; berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat; ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern, atau bisa berbentuk tradisional dan modern; dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.
Setelah mengetahui pengertian tentang apa itu kelembagaan, sebenarnya ada tiga hal penting terkait kelembagaan yang perlu di garis bawahi, yakni sistem sosial masyarakat, efisien dan memiliki tujuan. Berbicara kelembagaan khususnya di bidang pertanian, sangat lekat dengan sistem agrisbisnis. Suatu sistem yang apabila berjalan dengan baik, maka akan menciptakan kondisi yang baik. Kelembagaan termasuk di dalam sistem agrbisnis yang diharapkan dapat bekerja dengan baik didalam sistem social masyakat, efisien dan memiliki tujuan yang mendorong kemajuan masyarakat. Namun, proses yang melibatkan kelembagaan, baik dalam bentuk lembaga organisasi maupun kelembagaan norma dan tata pengaturan, pada umumnya masih terpusat pada proses pengumpulan dan pemasaran dalam skala tertentu. Kelembagaan pertanian dan petani belum terlihat perannya dalam mengatasi permasalahan tersebut. Padahal fungsi kelembagaan agribisnis sangat beragam, antara lain adalah sebagai penggerak, penghimpun, penyalur sarana produksi, pembangkit minat dan sikap, dan lain-lain.
B. Contoh Kelembagaan
            Jika mengambil salah satu contoh dari kelembagaan pertanian, yakni Koperasi. Sebenarnya menurut Lukman M. Baga (2006), pengembangan kelembagaan pertanian baik itu kelompok tani atau koperasi bagi petani sangat penting terutama dalam peningkatan produksi dan kesejahteraan petani, dimana: (1) Melalui koperasi petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar (bargaining power) ini bahkan dapat berkembang menjadi kekuatan penyeimbang (countervailing power) dari berbagai ketidakadilan pasar yang dihadapi para petani. (2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan, koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Pada sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya terahadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar. (3) Dengan bergabung dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan paska panen sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada masyarakat umum maupun perekonomian nasional. (4) Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah koperasi, para petani lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi. Dan (5) Dalam wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM mereka.
Namun, ternyata konsep dan semangat Koperasi belum bisa berjalan dengan baik di pedesaan dewasa ini. Banyak kendala dan hambata dalam pengembangan koperasi di pedesaan, diantaranya adalah : (a) rendahnya minat masyarakat untuk bergabung dalam kelompok tani/koperasi, hal ini disebabkan karena kegagalan-kegagalan dan stigma negatif tentang kelembagaan tani/koperasi yang terbentuk di dalam masyarakat. Kegagalan yang dimaksud diantaranya adalah ketidakmampuan kelembagaan tani/koperasi dalam memberikan kebutuhan anggotanya dan ketidakmampuan dalam memasarkan hasil produk pertanian anggotanya. (b) adanya ketergantungan petani kepada tengkulak akibat ikatan yang ditimbulkan karena petani melakukan transaksi dengan para tengkulak (pinjaman modal, dan memasarkan hasil). Dan (c) rendahnya SDM petani di pedesaan menimbulkan pemahaman dan arti penting koperasi terabaikan. Feryanto W.K (2010)
Maka, kesimpulan yang dapat saya tarik mengapa sampai saat ini sistem agribisnis belum berjalan dengan baik adalah sistem agribisnis sebenarnya sudah memberikan dampak yang positif bagi kemajuan pertanian dan perekonomian Indonesia namun belum berjalan dengan baik atau kurang maksismal. Hal ini dikarenakan kelembagaan (misalkan kelompok tani atau Koperasi) yang terdapat didalam sistem agribisnis belum berjalan dengan baik pula dengan masih terdapatnya hambatan dan kendala yang perlu diselesaikan dan dicarikan pemecahannya. Karena didalam suatu sistem apabila ada yang tidak berjalan maka akan berdampak sistemik.

C. Peran Koperasi Sebagai Kelembagaan Agribisnis dalam Peningkatan Posisi Tawar Petani

            Koperasi atau Kelompok tani merupakan salah satu struktur kelembagaan yang cukup penting di masa sekarang dan yang akan datang, dalam upaya pemberdayaan petani dan pemasaran komoditas yang dihasilkan di wilayahnya, sekaligus menjadi kelembagaan pertanian yang dapat memberikan jaminan kepastian harga produk pertanian, sehingga harga yang diterima dapat menguntungkan petani. Bergabungnya petani dalam kelembagaan koperasi akan menguatkan institusi tersebut sebagai lembaga perekonomian pedesaan, dimana anggotanya akan memiliki posisi tawar yang kuat untuk dapat memasarkan hasil pertaniannya, sehingga kesejahteraan petani mengalami peningkatan hal ini diakibatkan naiknya pendapatan petani yang tergabung dalam kelompok tani atau koperasi.
Maka dapat disimpulkan, bahwa salah satu bentuk kelembagaan yang ideal di pedesaan adalah koperasi atau kelompok tani, dimana tujuan awal pembentukan dari koperasi/kelompok tani ini adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pemberdayaan petani dalam kelembagaan koperasi, merupakan suatu bentuk alternatif dari model pembangunan masyarakat pedesaan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar bermatapencarian sebagai petani/buruh tani. Koperasi dalam hal ini memberikan jaminan keuntungan bagi anggota baik dari segi sosial dan ekonomi, selain itu yang utama adalah peningkatan posisi tawar petani dapat ditingkatkan sehingga mereka mempunyai kekuatan untuk ‘menentukan’ harga produk pertaniannya.
Disamping itu, koperasi dalam jangka panjang akan memberikan pengetahuan dan pendidikan yang akan membangun petani-petani yang berorientasi pasar, serta dengan koperasi juga akan membangun petani dan masyarakat pedesaan yang memiliki kualitas sumberdaya manusia unggulan yang mencakup pada peningkatan ke-ahli-an dan keterampilan (bisnis dan organisasi), pengetahuan, dan pengembangan jiwa kewirausahaan petani itu sendiri. Sehingga dengan demikian, pemberdayaan ekonomi lokal yang berbasis pada pembangunan pertanian di Indonesia.
D. Lembaga-lembaga pendukung pengembangan agribisnis beserta peranannnya
(1) Pemerintah
            Lembaga pemerintah mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, memiliki wewenang, regulasi dalam menciptakan lingkungan agribisnis yang kompetitif dan adil.
(2) Lembaga pembiayaan
            Lembaga pembiayaan memegang peranan yang sangat penting dalam menyediakan modal investasi dan modal kerja, mulai dari sector hilir samai hulu. Penataan lembaga ini segera dilakukan, terutama dalam membuka akses yang seluas-luasnya bagi pelaku agribisnis kecil dan menengah yang tidak memiliki aset yang cukup untuk digunakan, guna memperoleh usaha.
(3) Lembaga pemasaran dan distribusi
            Peranan lembaga ini sebagai ujung tombak keberhasilan pengembangan agribisnis, karena fungsinya sebagai fasilitator yang menghubungkan antara defisit unit (konsumen pengguna yang membutuhkan produk) dan surplus unit (produsen yang menghasilkan produk).
(4) Koperasi
            Peranan lembaga ini dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyalur input-input dan hasil pertanian. Namun,  di Indonesia perkembangan KUD terhambat, karena KUD dibentuk hanya untuk memenuhi keinginan pemerintah, modal terbatas, pengurus dan pegawai KUD kurang professional.
(5) Lembaga pendidikan formal dan informal
            Tertinggalnya Indonesia dibandingkan dengan Negara lain, misalnya Malaysia. Lembaga ini sangat berperan besar dalam pengembangan agribisnis. Dampaknya Malaysia sebagai raja komoditas sawit. Dengan demikian diharapka lembaga pendidikan tinggi akan mampu menata diri dan memiliki ruang grak yang luas tanpa terbelunggu oleh aturan main yang berbeli-belit.
(6) Lembaga penyuluh
            Keberhasilan Indonesia berswasembada beras selama kurun waktu 10 tahun (1983-1992)  merupakan hasil dari kerja keras lembaga ini yang konsisten memperkenalkan berbagai program, seperti Bimas, Inmas, Insus, Dan Supra Insus. Peranan lembaga ini akhir-akhir ini menurun sehingga perlu penataan dan upaya pemberdayaan kembali dengan deskripsi yang terbaik peranannya bukan lagi sebagai penyuluh penuh, melainkan lebih kepada fasilitator dan konsultan pertanian rakyat.
(7) Lembaga Riset Agribisnis
            Lembaga ini jauh ketnggal jika dibandingkan dengan negara lain yang dahulunya berkiblat ke Indonesia. Semua lembaga riset yang terkait dengan agribisnis harus diperdayakan dan menjadikan ujung tombak untuk menghasilkan komoditas yang unggul dan daya saing tinggi. Misalnya Meksiko dapat memproduks buah avokad yang warna daging buahnya kuning kehijau-hijauan, kulit buah bersih dan halus, dan bentuk buah yang besar dengan biji yang kecil.
(8) Lembaga penjamin dan penanggung resiko
            Resiko dalam agribisnis tergolong besar, namun hamper semuanya dapat diatasi dengan teknologi dan manajemen yag handal. Instrumen heading dalam bursa komoditas juga perlu dikembangkan guna memberikan sarana penjamin berbagai resiko dalam agribisnis dan industry pengolahannya.
E. Fungsi kelembagaan dalam pertanian
• sebagai penggerak
• penghimpun
• penyalur sarana produksi
• pembangkit minat dan sikap
• dan lain-lain.


KEMITRAAN
A. Pengertian Kemitraan
            Untuk menambah dan memperkaya pemahaman kita mengenai kemitraan, maka akan dipaparkan beberapa pengertian kemitraan menurut para sarjana diantaranya adalah :
a.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya : perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.
b. Dr. Muhammad Jafar Hafsah :
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.
c. Ian Linton :
Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.
B. Unsur-Unsur Kemitraan
            Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan pelbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya.
Julius Bobo14 menyatakan, bahwa tujuan utama kemitraan adalah untuk mengembangkan pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan (Self-Propelling Growth Scheme) dengan landasan dan struktur perekonomian yang kukuh dan berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya. Berkaitan dengan kemitraan seperti yang telah disebut di atas, maka kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok yang merupakan kerjasama usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling memerlukan yaitu :
·          Kerjasama Usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengekspoitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya.
·         Antara Pengusaha Besar atau Menengah Dengan Pengusaha Kecil
Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.
·          Pembinaan dan Pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.
·         Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat dan Saling Menguntungkan
Prinsip Saling Memerlukan
Menurut John L. Mariotti15 kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang bedampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relative lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra.
Prinsip Saling Memperkuat
Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non ekonomi seperti peningkatan kemapuan manajemen, penguasaan teknologi dan kepuasan tertentu. Keinginan ini merupakan konsekwensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan. Keinginan tersebut harus didasari sampai sejauh mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikiaan terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra. Dengan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip kemitraan dapat didasarkan pada saling memperkuat. Kemitraan juga mengandung makna sebagai tanggung jawab moral, hal ini disebabkan karena bagaimana pengusaha besar atau menengah mampu untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu (berdaya) mengembangkan usahanya sehingga menjadi mitra yang handal dan tangguh didalam meraih keuntungan untuk kesejahteraan bersama. Hal ini harus disadari juga oleh masingmasing pihak yang bermitra yaitu harus memahami bahwa mereka memiliki perbedaan, menyadari keterbatasan masing-masing, baik yang berkaitan dengan manajemen, penguasaan Ilmu Pengetahuan maupun penguasaan sumber daya, baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia (SDM), dengan demikian mereka harus mampu untuk saling isi mengisi serta melengkapi kekurangankekurangan yang ada.
Prinsip Saling Menguntungkan
Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah “win-win solution partnership” kesadaran dan saling menguntungkan. Pada kemitraan ini tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang essensi dan lebih utama adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Pada kemitraan usaha terutama sekali tehadap hubungan timbal balik, bukan seperti kedudukan antara buruh dan majikan, atau terhadap atasan kepada bawahan sebagai adanya pembagian resiko dan keuntungan proporsional, disinilah letak kekhasan dan karakter dari kemitraan usaha tersebut. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.
C. Tujuan Kemitraan
            Kenyataan menunjukkan bahwa Usaha Kecil masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan peranannya secara optimal dalam perekonomian nasional. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa Usaha Kecil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan
pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi, serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangannya. Sehubungan dengan itu,Usaha  Kecil perlu memberdayakan dirinya dan diberdayakan dengan berpijak pada kerangka hokum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 demi terwujudnya demokrasi ekonomi yang bedasar pada asaskekeluargaan.
 Pemberdayaan Usaha Kecil dilakukan melalui :
a. Penumbuhan iklim usaha yang mendukung bagi pengembangan Usaha Kecil;
b. Pembinaan dan pengembangan Usaha Kecil serta kemitraan usaha
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka untuk menghasilkan tingkat efisiensi17 dan produktivitas18 yang optimal diperlukan sinergi antara pihak yang memiliki modal kuat, teknologi maju, manajemen modern dengan pihak yang memiliki bahan baku, tenaga kerja dan lahan. Sinergi ini dikenal dengan kemitraan. Kemitraan yang dihasilkan merupakan suatu proses yang dibutuhkan bersama oleh pihak yang bermitra dengan tujuan memperoleh nilai tambah. Hanya dengan kemitraan yang saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling memperkuat, dunia usaha baik kecil maupun menengah akan mampu bersaing. Adapun secara lebih rinci tujuan kemitraan meliputi beberapa aspek, antara lain yaitu :
Tujuan dari Aspek Ekonomi
Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih kongkrit yaitu :
a. Meningkatkan pendapataan usaha kecil dan masyarakat;
b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;
c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;
d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional;
e. Memperluas kesempatan kerja;
f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional
 Tujuan dari Aspek Sosial dan Budaya
Kemitraan usaha dirancang sebagai bagian dari upaya pemberdayaan usaha kecil. Pengusaha besar berperan sebagaai faktor percepatan pemberdayaan usaha kecil sesuai kemampuan dan kompetensinya dalam mendukung mitra usahanya menuju kemandirian usaha, atau dengan perkataan lain kemitraan usaha yang dilakukan oleh pengusaha besar yang telah mapan dengan pengusaha kecil sekaligus sebagai tanggung jawab sosial pengusaha besar untuk ikut memberdayakan usaha kecil agar tumbuh menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri. Adapun sebagai wujud tanggung jawab sosial itu dapat berupa pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil, dengan pembinaan dan bimbingan yang terus menerus diharapkan pengusaha kecil dapt tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yng tangguh dan mndiri. Dipihak lain dengan tumbuh berkembangnya kemitraan usaha ini diharapkan akan disertai dengan tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga sekaligus dapat merupkan upaya pemerataan pendapatan sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial. Kesenjangan  itu diakibatkan oleh pemilikan sumberdaya produksi dan produktivitas yang tidak sama di antara pelaku ekonomi. Oleh karena itu, kelompok masyarakat dengan kepemilikan faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah biasanya akan menghasilkan tingkat kesejahteraan yang rendah pula.
Tujuan dari Aspek Teknologi
Secara faktual, usaha kecil21 biasanya mempunyai skala usaha yang kecil dari sisi modal, penggunaan tenaga kerja, maupun orientasi pasarnya. Demikian pula dengan status usahanya yang bersifat pribadi atau kekeluargaan; tenaga kerja berasal dari lingkungan setempat; kemampuan mengadopsi teknologi, manajemen, dan adiministratif sangat sederhana; dan struktur permodalannya sangat bergantung pada modal tetap. Sehubungan dengan keterbatasan khususnya teknologi pada usaha kecil, maka pengusaha besar dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan terhadap pengusaha kecil meliputi jugamemberikan bimbingan teknologi. Teknologi22 dilihat dari arti kata bahasanya adalah ilmu yang berkenaan dengan teknik. Oleh karena itu bimbingan teknologi yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik berproduksi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Tujuan dari Aspek Manajemen
Manajemen merupakan proses yang dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas lain untuk mencapai hasil-hasil yang tidak bisa dicapai apabila satu individu bertindak sendiri. Sehingga ada 2 (dua) hal yang menjadi pusat perhatian yaitu :
 Pertama, peningkatan produktivitas individu yang melaksnakan kerja, dan Kedua, peningkatan produktivitas organisasi di dalam kerja yang dilaksanakan. Pengusaha kecil yang umumnya tingkat manajemen usaha rendah, dengan kemitraan usaha diharapkan ada pembenahan manajemen, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta pemantapan organisasi.




DAFTAR PUSTAKA

Noer, A. 2004. Aspek Negoisasi dan Transaksi Agribisnis, Makalah. Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,Departemen Pertanian, Jakarta.
Ricketts, C., dan Rawlins O., 2001. Introduction to Agribusiness, Delmar Thomson Learning, Africa.
Stoner,F.A.James, dan Freeman, R.E., 1992. Management, Fifth Edition,Prentice-Hall     International Editions, London.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar