Sejarah
Perkembangan Usahatani di Indonesia
Perkembangan
pertanian dan usahatani di Indonesia pada zaman penjajahan hingga sekarang
telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pertanian di Indonesia diawali
dengan sistem ladang berpindah-pindah, dimana masyarakat menanam apa saja,
namun hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Ladang berpindah adalah kegiatan pertanian yang dilakukan dengan cara
berpindah-pindah tempat. Ladang dibuat dengan cara membuka hutan atau semak
belukar. Pohon atau semak yang telah ditebang/dibabat setelah kering kemudian
dibakar. Setelah hujan tiba, ladang kemudian ditanami dan ditunggu sampai panen
tiba. Setelah ditanami 3 – 4 kali, lahan kemudian ditinggalkan karena sudah
tidak subur lagi.Kejadian ini berlangsung terus menerus, setelah jangka waktu
10 - 20 tahun, para petani ladang kembali lagi ke ladang yang pertama
kali mereka buka.(Surya, 2012)
Selanjutnya, setelah beberapa tahun kemudian sistem
bersawah pun mulai ditemukan oleh penduduk Indonesia. Dalam periode ini, orang
mulai bermukim di tempat yang tetap. Selain itu, tanaman padi yang berasal dari
daerah padang rumput kemudian diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara
berladang yang berpindah di atas tanah kering. Dengan timbulnya persawahan, orang
mulai tinggal tetap disuatu lokasi yang dikenal dengan nama “kampong” walaupun
usaha tani persawahan sudah dimulai, namun usaha tani secara “berladang yang
berpindah-pindah” belum ditinggalkan.
Pada zaman Hindia-Belanda sekitar tahun 1620, sejak VOC
menguasai di Batavia kebijakan pertanian bukan untuk tujuan memajukan pertanian di Indonesia,
melainkan hanya untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi VOC. Sedangkan, pada tahun 1830, Van Den Bosch sebagai gubernur Jendral Hindia
Belanda mendapatkan tugas rahasia untuk meningkatkan ekspor dan muncullah yang
disebut tanam paksa. Sebenarnya Undang-undang Pokok Agraria mengenai pembagian
tanah telah muncul sejak 1870, namun kenyataanya tanam paksa baru berakhir
tahun 1921. Dalam system tanam
paksa (Cultuurstelsel) ini, Van den
Bosch mewajibkan setiap desa harus menyisihkan sebagian sebagian tanahnya (20%)
untuk ditanami komoditi ekspor khusunya kopi, tebu, nila dan tembakau.
Setelah Indonesia merdeka,
maka kebijakan pemerintah terhadap pertanian tidak banyak mengalami perubahan.
Pemerintah tetap mencurahkan perhatian khusus pada produksi padi dengan
berbagai peraturan seperti wajib jual padi kepada pemerintah. Namun masih
banyak tanah yang dikuasai oleh penguasa dan pemilik modal besar, sehingga
petani penggarap atau petani bagi hasil tidak dengan mudah menentukan tanaman
yang akan ditanam dan budidaya terhadap tanamannya pun tak berkembang.
Pada permulaan tahun 1970-an
pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan pertanian yang
dikenal secara luas dengan program Revolusi Hijau yang di masyarakat petani dikenal dengan program BIMAS (Bimbingan Massal). Tujuan utama dari program tersebut adalah meningkatkan
produktivitas sektor pertanian.
Pada tahun 1979 pemerintah meluncurkan program INSUS
(Intensifikasi Khusus), yang meningkatkan efektifitas penerapan teknologi Pasca
Usaha Tani melalui kelompok-kelompok tani dengan luas areal per kelompok
rata-rata 50 hektar,setiap kelompok diberi bantuan kredit modal dalam
menjalankan usaha pertaniannya (Lokollo, 2002). Kemudian pada tahun 1980-an pemerintah meluncurkan
program SUPRAINSUS (SI). Program ini merupakan pengembangan dari Panca Usaha
Tani untuk mewujudkan peningkatan produktivitas tanaman padi.
Pada tahun 1998 usaha tani di
Indonesia mengalami keterpurukan karena adanya krisis multi-dimensi. Pada waktu
itu telah terjadi perubahan yang mendadak bahkan kacau balau dalam pertanian
kita. Kredit pertanian dicabut, suku bunga kredit membumbung tinggi sehingga
tidak ada kredit yang tersedia ke pertanian. Keterpurukan pertanian
Indonesia akibat krisis moneter membuat pemerintah dalam hal ini departemen pertanian
sebagai stake holder pembangunan pertanian mengambil suatu keputusan
untuk melindungi sektor agribisnis yaitu “pembangunan sistem dan usaha
agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi.”
Untuk sistem pertanian dan
usahatani yang ada sekarang ini masih belum efektif dan efisien dari mulai
proses awal sampai pada saat panen dan pasca panen sehingga masih perlu
diintensifkan sehingga dapat memberikan hasil yang optimum. Untuk itu,
pemerintah berusaha untuk mendongkrak kontribusi sektor pertanian Indonesia
terhadap perekonomian dengan mensosialisasikan sistem agrobisnis, diferensiasi
pertanian, diversifikasi pertanian dengan membuka lahan peranian baru, sistem
pertanian organik, berbagai kebijakan harga dan subsidi pertanian, kebijakan
tentang ekspor-impor komoditas pertanian dan lain-lain. Sistem pertanian
organik khususnya, telah dicanangkan pemerintah sejak akhir tahun 1990-an dan
mengusung Indonesia go organik pada tahun 2010, sistem ini pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian mengingat
rusaknya kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan
dalam waktu lama serta pencemaran lingkungan oleh penggunaan pestisida kimia.
Semua upaya pemerintah tersebut bertujuan untuk meningkatkan distribusi
pendapatan petani sehingga dengan ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi
sektor pertanian dalam perekonomian.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwlaga Anwas. 2012.
Ilmu Usatanai. Bandung : Bumi Aksara.
Bachraen Saeful. 2012.
Penelitian Sistem Usaha Pertanian Di Indonesia. Bandung : IPB Press.
tak copy ya sebagai bahan resensi untuk tugas saya, usaha tani.
BalasHapustak copy ya sebagai bahan resensi untuk tugas saya, usaha tani.
BalasHapusTq, bisa buat referensi
BalasHapus