Apa
itu Perdagangan Internasional?
Perdagangan
internasional adalah
perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara
lain.
Menurut Amir M.S.,
bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks.
Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan
kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea,
tarif, atau quota barang impor. Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena
adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang,
taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.
Apa
itu WTO?
(World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang
dibentuk pada 15 April 1994 di Marakesh, Maroko. Terbentuknya WTO adalah
kelanjutan dari Uruguay Around dimana Indonesia termasuk salah satu negara
pendiri organsiasi ini. Beranggotakan 146 negara, WTO berfungsi mengatur dan
mengawasi pelaksanaan lalu lintas perdagangan internasional dengan
kesepakatan-kesepakatan yang bersifat mengikat terhadap negara anggotanya.
Sebelumnya sekitar setengah abad yang lalu tepatnya sejak tahun 1948, telah ada
forum yang disebut General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan
Umum mengenai Tarif dan Perdagangan yang memuat peraturan-peraturan mengenai
perdagangan dunia dengan tujuan untuk menurunkan biaya dalam proses ekspor dan
impor. GATT didirikan untuk mengurangi hambatan yang ada dalam perdagangan,
baik hambatan bea masuk (tariff bariier) maupun hambatan lainnya (non-tarrif
barrier). Putaran Perundingan ke-8 Uruguay (Uruguay Roud) yang diselenggarakan
dari bulan September1986 hingga bulan April 1994 kemudian menghasilkan WTO.
Situasi yang demikian lahir oleh karena dunia telah memasuki babak baru
dari tingkat tertinggi perkembangan kapitalisme, yaitu kapitalisme monopoli
atau imperialisme. Setelah abad ke 20, monopoli mendominasi segi-segi ekonomi
dan politik. Hal tersebut lahir dari kesuksesan
beberapa gelintitir kapitalis monopoli dalam memenangkan persaingan
bebas dan penumpukan modal. Dengan demikian monopoli telah menggantikan
persaingan bebas dan mendominasi sendi-sendi kehidupan masyarakat. Walaupun
disebutkan bahwa WTO dibutuhkan untuk mengatur mekanisme perdagangan
internasional secara adil menurut mekanisme pasar, tetapi ternyata WTO
dijadikan alat oleh negara-negara kaya dan perusahaan-perusahaan multinasional
untuk mengamankan kepentingan bisnisnya, dengan membuat kesepakatan-kesepakatan
yang merugikan negara-negara miskin.
WTO sebenarnya adalah dari usaha kapitalisme monopoli internasional untuk
semakin memperluas ekspansi dan akumulasi modalnya dengan sasaran membuka akses
dan monopoli pasar di negara-negara miskin termasuk Indonesia. Ekspansi modal
merupakan cara untuk menjawab krisis ekonomi di dalam negeri mereka. Untuk
mempermudah ekspansi dan akumulasi tersebut, maka hambatan-hambatan dalam
proses perluasan usaha dan perdagangan haruslah dihapuskan. Hambatan tersebut
adalah peranan pemerintah suatu negara yang dianggap terlalu dominan seperti
kepemilikan pemerintah terhadap industri, proteksi terhadap produksi pertanian
dalam negeri, pemberian insentif terhadap industri dalam negeri, subsidi untuk
kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat, pelayanan sosial pemerintah terhadap rakyat,
dan biaya masuk yang tinggi untuk barang impor. Intinya, semua
pertimbangan-pertimbangan perlidungan dan pelayanan harus dihapus, dan
digantikan dengan “keuntungan apa yang bisa didapat” dengan tidak mempedulikan
nasib kaum buruh, lingkungan, perempuan, kemiskinan, pengangguran dan hak-hak
rakyat di suatu negara.
Dengan mekanisme perundingan dimana posisi negara-negara kaya seperti
Amerika dan Uni Eropa sangat dominan, negara – negara misikin tidaklah
mempunyai posisi daya tawar dalam forum tersebut, malah menjadi bulan-bulanan
dengan berbagai mekanisme perundingan yang tidak menguntungkan. Misalnya salah
satu dalam prinsip perundingan WTO adalah MFN (Most-Favoured Nation) dimana
suatu negara ‘dipaksa’ untuk memberi perlakuan yang istimewa terhadap negara
lain yang ingin berdagang. Suatu negara harus meratifikasi kesepakatan dalam
perundingan WTO dengan tanpa kecuali. Bila mereka tidak ikut dalam negosiasi
atau ratifikasi, resikonya mereka diharuskan menerima hasil keputusan tanpa
mempunyai hak suara atau pendapat. Indonesia sendiri mulai megikatkan diri
dalam WTO sejak tahun 1994. Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994
tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement
Establising the World Trade Organization” , maka Indonesia secara resmi telah
menjadi anggotaWTO dan semua persetujuan yang ada didalamnya telah sah menjadi
bagian dari legislasi nasional.
Sejak berlaku di 1 Januari 1995, WTO telah melakukan
beberapa kali pertemuan Konferensi Tingkat Menteri (KTM)
yang merupakan forum pengambil kebijakan tertinggi dalam WTO. KTM-WTO pertama
kali diselenggarakan di Singapura tahun 1996, kedua di Jenewa tahun 1998,
ketiga di Seatlle tahun 1999 dan KTM keempat di Doha, Qatar tahun 2001.
Sementara itu KTM kelima diselenggarakan di Cancun, Mexico tahun 2003. Dalam
KTM terakhir di Mexico, terjadi perundingan yang sangat alot, yang kemudian
akan diselesaikan pada Konferensi Tingkat Menteri yang keenam di Hongkong.
Apa
tujuan WTO?
WTO bertujuan untuk mendorong pertumbuhan arus
barang dan jasa antar negara dengan mengurangi dan menghapus berbagai hambatan
perdagangan, tarif dan non-tarif (subsidi, bantuan ekspor, aturan-aturan yang
menghambat ekspor negara lain, dll). Selain itu, WTO juga memfasilitasi
perundingan antar anggotanya dengan menyediakan forum-forum perundingan yang
permanen, membantu penyelesaian sengketa di antara anggota dan mengawasi
pelaksanaan aturan-aturannya di masing-masing negara anggota.
Apa yang diatur dalam WTO?
Berbeda dengan pendahulunya (GATT), WTO
tidak hanya menetapkan standar minimal perdagangan barang namun meluas ke
sektor pertanian, jasa dan hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). WTO juga mengikat secara hukum, memiliki
badan penyelesaian sengketa yang terintegrasi dan dapat menerapkan sanksi
silang. Secara sederhana, WTO mengatur
segala sesuatu yang berkaitan dengan perdagangan internasional. Dari
perdagangan produk alas kaki, tekstil, beras, buah-buahan, sandal dan sepatu,
baja, barang dan jasa lingkungan, program televisi, jasa rumah sakit,
penyediaan air bersih, sampai penyusunan undang-undang kekayaan intelektual,
seperti pengaturan hak cipta, merek dagang, paten, rahasia dagang, program
komputer dan lain-lain.
Apa
Prinsip Dasar WTO?
Ada beberapa hal yang menjadi prinsip
dasar WTO, yaitu perlakuan non-diskriminasi antar negara (most
favourednations), dimana negara-negara anggota dilarang memberikan perlakuan
berbeda kepada sesama negara anggota WTO; prinsip non-diskriminasi di tingkat
nasional (national treatment), yaitu negara anggota dilarang memberikan
perlakuan berbeda antara warga lokal dengan warga asing; prinsip transparansi,
dimana negara-negara anggota harus selalu mengumumkan perubahan-perubahan
kebijakan atau aturan berkaitan dengan seluruh perjanjian WTO kepada seluruh
anggota.
Bagaimana
Struktur dan Kewenangan WTO?
Sebagai organisasi pemerintah, WTO
dikelola oleh pemerintah negara anggotanya dan keputusan WTO adalah keputusan
anggotanya. Kewenangan tertinggi dalam WTO adalah konferensi Tingkat Menteri
(KTM) yang bersidang sedikitnya sekali dalam dua tahun. Kewenangan tingkat
kedua adalah pada General Council, ketiga pada Dewan-Dewan dan seterusnya .
Apa peran WTO dalam Sektor Pertanian?
Persetujuan
Bidang Pertanian (Agreement on Agriculture/ AoA) yang berlaku sejak tanggal 1
Januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan
perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem
perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Program reformasi
tersebut berisi komitmen-komitmen spesifik untuk mengurangi subsidi domestik,
subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan
disiplin GATT yang kuat dan efektif.
Persetujuan
tersebut juga meliputi isu-isu di luar perdagangan seperti ketahanan pangan,
perlindungan lingkungan, perlakuan khusus dan berbeda (special and
differential treatment – S&D) bagi negara-negara berkembang, termasuk
juga perbaikan kesempatan dan persyaratan akses untuk produk-produk pertanian
bagi negara-negara tersebut.
Dalam
Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized
system of product classification), produk-produk pertanian didefinisikan
sebagai komoditi dasar pertanian (seperti beras, gandum, dll.) dan
produk-produk olahannya (seperti roti, mentega, dll.) Sedangkan, ikan dan
produk hasil hutan serta seluruh produk olahannya tidak tercakup dalam definisi
produk pertanian tersebut.
Persetujuan
Bidang Pertanian menetapkan sejumlah peraturan pelaksanaan tindakan-tindakan
perdagangan di bidang pertanian, terutama yang menyangkut akses pasar, subsidi
domestik dan subsidi ekspor. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, para
anggota WTO berkomitmen untuk meningkatkan akses pasar dan mengurangi
subsidi-subsidi yang mendistorsi perdagangan melalui skedul komitmen
masing-masing negara. Komitmen tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari GATT.
Sejak disepakati perjanjian perdagangan sektor multilateral di
sektor pertanian yakni Agreement on Agriculture (AoA) pada tahun 1994, telah
terjadi penyesuaian kebijakan nasional masing-masing negara WTO. Di dalam AoA
dimuat kesepakatan negara anggota untuk melaksanakan : 1) perluasan akses pasar
produk untuk pertanian melalui, pengurangan tarif, dan ratifikasi non tarif, 2)
pengurangan subsidi ekspor, dan 3) penurunan subsidi domestik (domestic
support). Kesepakatan ketiga ini yang sangat sering diperdebatkan dalam
forum-forum WTO, dimana negara-negara maju menginginkan negara berkembang untuk
mengurangi atau bahkan mencabut subsidinya, sehingga akan memperlemah petani
negara tersebut dan merusak sektor pertanian mereka sehingga secara perlahan
produk-produk negara maju akan memasuki negara kecil, seperti yang terjadi di
Indonesia.
Agreement on Agriculture atau persetujuan WTO dibidang pertanian berlaku sejak tanggal 1 januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan dibidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang andil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen untuk mengurangi susbsidi domestic, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin yang kuat
Agreement on Agriculture atau persetujuan WTO dibidang pertanian berlaku sejak tanggal 1 januari 1995 bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan dibidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang andil dan berorientasi pasar. Program reformasi tersebut berisi komitmen-komitmen untuk mengurangi susbsidi domestic, subsidi ekspor dan meningkatkan akses pasar melalui penciptaan peraturan dan disiplin yang kuat
A. Akses Pasar
Dilihat
dari sisi akses pasar, Putaran Uruguay telah menghasilkan perubahan sistemik
yang sangat signifikan: perubahan dari situasi dimana sebelumnya
ketentuan-ketentuan non-tarif yang menghambat arus perdagangan produk pertanian
menjadi suatu rezim proteksi pasar berdasarkan pengikatan tarif beserta
komitmen-komitmen pengurangan subsidinya. Aspek utama dari perubahan yang
fundamental ini adalah stimulasi terhadap investasi, produksi dan perdagangan
produk pertanian melalui: (i) akses pasar produk pertanian yang transparan,
prediktabel dan kompetitif, (ii) peningkatan hubungan antara pasar produk
pertanian nasional dengan pasar internasional, dan (iii) penekanan pada
mekanisme pasar yang mengarahkan penggunaan yang paling produktif terhadap
sumber daya yang terbatas, baik di sektor pertanian maupun perekonomian secara
luas.
Umumnya
tarif merupakan satu-satunya bentuk proteksi produk pertanian
sebelum Putaran Uruguay. Pada Putaran Uruguay, yang disepakati
adalah ”diikatnya” tarif pada tingkat maksimum. Namun bagi sejumlah produk
tertentu, pembatasan akses pasar juga melibatkan hambatan-hambatan non-tarif.
Putaran Uruguay bertujuan untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut. Untuk
itu disepakati suatu paket ”tarifikasi” yang diantaranya mengganti kebijakan-kebijakan
non-tarif produk pertanian menjadi kebijakan tarif yang memberikan tingkat
proteksi yang sama.
Negara
anggota dari kelompok negara maju sepakat untuk mengurangi tarif mereka sebesar
rata-rata 36% pada seluruh produk pertanian, dengan pengurangan minimum 15%
untuk setiap produk, dalam periode enam tahun sejak tahun 1995. Bagi negara
berkembang, pengurangannya adalah 24% dan minimum 10% untuk setiap produk.
Negara terbelakang diminta untuk mengikat seluruh tarif pertaniannya namun
tidak diharuskan untuk melakukan pengurangan tarif.
Daftar Pustaka :
Modul Perkuliahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar